Anatomi Kurikulum
Ada beberapa istilah yang digunakan
oleh para pakar kurikulum untuk mengetahui dan memahami seperti apa kerangka
sebuah kurikulum. Ada yang menggunakan Istilah Anatomy of curriculum[1], Elemens
of curriculum[2], Parts of curriculum[3] dan Component
of curriculum[4]. Untuk lebih jelasnya silakan
tengok link pada catatan kaki[5].
Pada tulisan ini, kami akan
membaginya ke dalam lima komponen. Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan;
(2) isi atau materi; (3) strategi, pembelajaran {Nana Saodih, menggunakan
Istilah " Proses atau Sistem Penyampaian dan Media, 2011: 102}; (4)
organisasi kurikulum dan (5) evaluasi. Kelima komponen tersebut memiliki
keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah
ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut.
A. Tujuan (Aims and learning outcomes[6])
Mengingat
pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan
para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam
teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan
sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing.
Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki
esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel[7] (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara
universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
- Autonomy; gives individuals and groups the maximum
awarenes, knowledge, and ability so that they can manage their personal
and collective life to the greatest possible extent.
(Otonomi; memberi individu dan
kelompok kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan maksimal sehingga mereka dapat
mengelola kehidupan pribadi dan kolektifnya semaksimal mungkin.)
- Equity; enable all citizens to participate in cultural
and economic life by coverring them an equal basic education.
(Ekuitas; memungkinkan semua
warga negara untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya dan ekonomi dengan
memberikan mereka pendidikan dasar yang setara.)
- Survival ; permit every nation to transmit and enrich
its cultural heritage over the generation but also guide education towards
mutual understanding and towards what has become a worldwide realization
of common destiny.)
(Kelangsungan hidup; mengizinkan
setiap bangsa untuk mewariskan dan memperkaya warisan budayanya dari generasi
ke generasi, namun juga membimbing pendidikan menuju saling pengertian dan
menuju apa yang telah menjadi realisasi takdir bersama di seluruh dunia.)
Dalam
perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara
jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan
Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”[8]..
Tujuan pendidikan
nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya
dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin
dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan
tertentu.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 Ayat (1) sampai (3) dinyatakan bahwa tujuan standar kompetensi lulusan dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
- Tujuan pendidikan dasar adalah
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
- Tujuan pendidikan menengah
adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
- Tujuan pendidikan menengah
kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan
pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan
kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata
pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Berikut ini disampaikan beberapa contoh tujuan kurikuler yang berkaitan dengan pembelajaran IPAS, Bahasa Indonesia dan Matematika sebagaimana diisyaratkan dalam Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, Dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Nomor 033/H/Kr/2022 Tentang Capaian Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, Dan Jenjang Pendidikan Menengah Pada Kurikulum Merdeka :
1. Tujuan
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) Dengan mempelajari IPAS, peserta didik mengembangkan dirinya
sehingga sesuai dengan profil Pelajar Pancasila dan dapat:
a. mengembangkan ketertarikan serta rasa ingin tahu sehingga
peserta didik terpicu untuk mengkaji fenomena
yang ada di sekitar manusia, memahami alam semesta
dan kaitannya dengan
kehidupan manusia;
b. berperan aktif dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam, mengelola sumber daya
alam dan lingkungan dengan bijak;
c. mengembangkan keterampilan inkuiri untuk mengidentifikasi, merumuskan hingga menyelesaikan masalah melalui aksi nyata;
d. mengerti
siapa dirinya, memahami bagaimana lingkungan sosial dia berada, memaknai
bagaimanakah kehidupan manusia
dan masyarakat berubah dari waktu ke waktu;
e. memahami persyaratan yang diperlukan peserta
didik untuk menjadi
anggota suatu kelompok
masyarakat dan bangsa
serta
f.
memahami arti
menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia,
sehingga dia dapat berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan
dirinya dan lingkungan di sekitarnya; dan
g. mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman konsep di dalam IPAS serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Tujuan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan untuk membantu peserta didik mengembangkan:
a. akhlak mulia dengan menggunakan bahasa Indonesia secara santun;
b. sikap
pengutamaan dan penghargaan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara Republik
Indonesia;
c. kemampuan
berbahasa dengan berbagai teks multimodal (lisan, tulis, visual, audio, audiovisual) untuk berbagai tujuan (genre) dan konteks;
d. kemampuan
literasi (berbahasa, bersastra, dan bernalar kritis- kreatif) dalam belajar
dan bekerja;
e. kepercayaan
diri untuk berekspresi sebagai individu yang cakap, mandiri, bergotong royong, dan bertanggung jawab;
f. kepedulian terhadap
budaya lokal dan lingkungan sekitarnya; dan
g. kepedulian untuk berkontribusi sebagai
warga Indonesia dan dunia yang demokratis dan berkeadilan.
3.
Tujuan Mata Pelajaran Matematika
Mata Pelajaran
Matematika bertujuan untuk membekali peserta
didik agar dapat:
a. memahami materi pembelajaran matematika berupa fakta, konsep,
prinsip, operasi, dan relasi matematis
dan mengaplikasikannya secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam
pemecahan masalah matematis (pemahaman matematis dan kecakapan prosedural),
b. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematis dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika (penalaran dan pembuktian matematis),
c. memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang
model matematis, menyelesaikan model atau
menafsirkan solusi yang diperoleh (pemecahan masalah matematis).
d. mengomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan
atau masalah, serta menyajikan suatu situasi ke dalam simbol atau model matematis (komunikasi dan representasi matematis),
e. mengaitkan materi pembelajaran matematika berupa fakta, konsep,
prinsip, operasi, dan relasi matematis
pada suatu bidang kajian, lintas bidang kajian,
lintas bidang ilmu, dan dengan kehidupan (koneksi
matematis), dan
f. memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap kreatif,
sabar, mandiri, tekun, terbuka,
tangguh, ulet, dan percaya diri dalam pemecahan masalah
(disposisi matematis).
Tujuan-tujuan
pendidikan mulai dari pendidikan nasional
sampai dengan tujuan mata pelajaran
masih bersifat abstrak dan konseptual, oleh karena itu perlu
dioperasionalkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan
pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran dari setiap mata pelajaran.
Pada
tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat spesifik
dan lebih menggambarkan tentang “what will
the student be able to do as result of the teaching that he was unable to do
before” (“apa yang dapat dilakukan siswa tersebut sebagai hasil
dari pengajaran yang sebelumnya tidak dapat ia lakukan”) (Rowntree dalam Nana
Syaodih Sukmadinata, 2011:103). Dengan kata lain, tujuan pendidikan tingkat
operasional ini lebih menggambarkan perubahan perilaku spesifik apa yang hendak
dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran. Merujuk pada pemikiran
Bloom, maka perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam aspek
kognitif, afektif dan psikomotor.
Lebih
jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (2011:105)
memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan
pembelajaran, yakni :
a)
Menggambarkan
apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a)
menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b)
menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c)
memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta
didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja sama.
b)
Menunjukkan
perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk: (a)
ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya dan frekuensi
respons.
c)
Menggambarkan
kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta didik berupa :
(a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya
pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting..
Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan
menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
Terlepas dari rangkaian tujuan di
atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat
terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum
yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme[9], essensialisme[10], eksistensialisme[11]) sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih
banyak diarahkan pada pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan
pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif.
Apabila kurikulum yang dikembangkan
menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan
pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri
peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif.
Pengembangan
kurikulum dengan menggunakan filsafat rekonsktruktivisme sebagai dasar
utamanya, maka tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah
sosial yang krusial dan kemampuan bekerja sama.
Sementara
kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan dasar filosofi teknologi
pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih
diarahkan pada pencapaian kompetensi.
Dalam
implementasinnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan dengan tantangan yang
sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak
mungkin untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan hanya berpegang pada
satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu secara konsisten
dan konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir tantangan dan
kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model eklektik, dengan
mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat
yang ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih
diusahakan secara berimbang. .
B. Materi Pembelajaran (Course content)
Dalam
menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan
teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa
pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang
utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis,
dalam bentuk :
- Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau
preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik
tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara
variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala
tersebut.
- Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari
kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta
atau gejala.
- Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus,
bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
- Prinsip;
yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan
hubungan antara beberapa konsep.
- Prosedur;
yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang
harus dilakukan peserta didik.
- Fakta;
sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari
terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
- Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang
diperkenalkan dalam materi.
- Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan
untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
- Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang
suatu hal/kata dalam garis besarnya.
- Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi
pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi
pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme[12] lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan
peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia
peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang
didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas
sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari
masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan
tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan
banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan
diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu
kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi
bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan
melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi
pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi
pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi
pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam
prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan
dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran
perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
- Sahih (valid);
dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah
teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang
diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan
memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
- Tingkat
kepentingan; materi yang dipilih benar-benar
diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting
untuk dipelajari.
- Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis
maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada
jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat
mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari.
- Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek
tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun
aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
- Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat
memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa
ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri
kemampuan mereka.
Terlepas
dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata
(2011:105) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
- Sekuens
kronologis; susunan materi pembelajaran
yang mengandung urutan waktu.
- Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan
sebab-akibat[13].
- Sekuens
struktural; susunan materi pembelajaran
yang mengandung struktur materi.
- Sekuens logis dan
psikologis; sekuensi logis merupakan
susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan,
dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens
psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang
kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran
disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke
struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
- Sekuens spiral ;
susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu
yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan
diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
- Sekuens rangkaian
ke belakang; dalam sekuens ini mengajar
dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan
masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a)
pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d)
pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
- Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan
peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada
kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a)
sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis
(d) dan seterusnya.
- Sekuens
berdasarkan hierarki belajar;
prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin
dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk
mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan
urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik,
berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.
C. Strategi pembelajaran
(Teaching/learning methods)
Telah
disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang
melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan
materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap
penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi
tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana
yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan
budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang
dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di
dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan
pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara
pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran
yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal,
seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat
tekstual.
Strategi
pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan
progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam
suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik
secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk
memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang
menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran
cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang
digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat
individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif),
seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing,
diskusi, dan sejenisnya.
Dalam
hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator,
motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan
dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai
motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar
dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan
dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya,
dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya
penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi
pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti
dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih
dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam
pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap
muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik
lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director
of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk
melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain
sebelumnya.
Berdasarkan
uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi
pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan
keunggulannya tersendiri.
Terkait
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, ada beberapa konsep pembelajaran,
misalnya Pembelajaran Berdifferensiasi, Pembelajaran Saintifik dan PAKEM, yang
merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya
dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai
strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya
secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
D.
Organisasi Kurikulum (curriculum organization [14])
Beragamnya
pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya
keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam
pengorganisasian kurikulum, yaitu:
- Mata pelajaran terpisah
(isolated subject);
kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang
diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran
lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak
mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua
materi diberikan sama
- Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang
ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna
memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
- Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan
beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama
dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu
mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya
dikorelasikan dengan core tersebut.
- Program yang berpusat pada anak
(child centered),
yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan
peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
- Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah,
dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan
mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam
upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi
pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
- Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara
organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung
menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima
kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3)
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata
pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan
Kelompok-kelompok
mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata
pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di
samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan
lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik
disediakan kegiatan pengembangan diri.
E. Evaluasi Kurikulum (Assessment strategy)
Evaluasi
merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum
evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students
toward objectives or values of the curriculum”[15].( “evaluasi
kurikulum dapat didefinisikan sebagai perkiraan pertumbuhan dan kemajuan siswa
menuju tujuan atau nilai-nilai kurikulum”)
Sedangkan
dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk
memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria.
Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja,
namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program.
Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum,
yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the
quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative
importance of various subject, the degree to which objectives are implemented,
the equipment and materials and so on.”[16] (Tujuan, ruang lingkupnya, kualitas personel yang
melaksanakannya, kapasitas siswa, kepentingan relatif dari berbagai mata
pelajaran, sejauh mana tujuan dilaksanakan, peralatan dan bahan, dan
sebagainya.)
Pada
bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi
kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum.
Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem
kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut.
Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan
dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar
hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan
tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll,
dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge
presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness,
continuity, diagnostics worth and validity and integration.” (“mengakui
adanya nilai dan penilaian, orientasi terhadap tujuan, kelengkapan,
kontinuitas, nilai diagnostik serta validitas dan integrasi.”)
Evaluasi
kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus
evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi
kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi
kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk
mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar,
tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi
kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot
dan sebagainya
Evaluasi
kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan
pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan
pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil
– hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah
dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan
peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu
pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari
Nana Syaodih Sukmadinata, 2011)
Selanjutnya,
Nana Syaodih Sukmadinata (2011) mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi
kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2) pendekatan
obyektif; dan (3) pendekatan campuran multivariasi.
Di
samping itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah
Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada
pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program
dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu
sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari
berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya
sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang
dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program
pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product[17]. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu
dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan.
Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
- Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi
jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam
program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja
yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun
waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang
bersangkutan, dan sebagainya.
- Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk
keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran
yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan
yang digunakan dan sebagainya.
- Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut,
meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang
dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
- Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program
pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang.
Sumber
Bacaan :
v
Asep
Herry Hernawan, 2014, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran di SD,
Cetakan keempat, Universitas Terbuka, Tangerang Selatan.
v
Depdiknas.
2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
v
________.
2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif; Pelayanan Profesional Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang
v
________.
2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
v
________. 2003. Model Pelatihan dan Pengembangan Silabus;
Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur
Balitbang.
v
________. 2003. Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah;
Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur
Balitbang.
v
________. 2003. Penilaian Kelas; Pelayanan Profesional
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
v
_________. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi;
Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
v
_________. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung :
P.T. Remaja Rosdakarya
v
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep;
Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya, Bandung.
v
E. Mulyasa.2013, Pengembangan
dan Implementasi Kurikulum 2013, Cet Kedua, P.T.
Remaja Rosdakarya, Bandung.
v
Kemendikbud,
2012, Pengembangan Kurikulum 2013, Kemendikbud.
v
Lise Chamisijatin,dkk.
2008, Bahan Ajar Pengembangan Kurikulum SD, Dirjen DIKTI-DEPDIKNAS
v
Lias
Hasibuan, 2010, Kurikulum Dan Pemikiran Pendidikan, Cet. Pertama, Gaung
Persada Press, Jakarta.
v
Masykur, 2019, Teori dan Telaah Pengembangan Kurikulum, AURA
CV. Anugrah Utama Raharja, Bandar Lampung.
v
Nana Syaodih Sukmadinata. 2011. Pengembangan Kurikum; Teori dan
Praktek, Cet. Keempat Belas, P.T. Remaja Rosdakarya, Bandung.
v
Oemar
Hamalik, 2013, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Cet. Kelima, PT
Remaja Rosdakarya, Bandung.
v
Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007
v
PPPPTK-LP3TK-KPTK-LP2KS, 2016, Guru Pembelajar – Modul Pelatihan SD
Kelas Awal, Dirjen GTK Kemendikbud.
v
PPPPTK-LP3TK, 2014, Manajemen Implementasi
Kurikulum 2013, Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, Jakarta.
v
Sa'dun
Akbar- Hadi Sriwiyana, 2011, Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran IPS, Cet. Kedua, Cipta Media, Yogyakarta.
v
Sunarti-
Selly Rahmawati, 2014, Penilaian Kurikulum 2013, Ed I, CV. Andi Offset,
Yogyakarta.
v
Tim Pengembang MKDK. 2002.. Kurikulum dan Pembelajaran.
Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan
UPI.
v
Uyoh
Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek
v Yamin, Martinis, 2011, Profesionalisasi
Guru & Implementasi KTSP, Cet. Kelima, Gaung Persada Press, Jakarta.
[5]
Lebih jelasnya tentang komponen ini silakan lihat link
di bawah ini ;
v
What is the
anatomy of a curriculum? - Quora
v
Anatomy
of The Curriculum | PDF (scribd.com)
v
Curriculum
Theory | PDF | Curriculum | System (scribd.com)
v
Elements of Curriculum
- Educare ~ We Educate, We Care. (educarepk.com)
v
Components of
Curriculum - Adult and Community Learning Services (ACLS) (mass.edu)
v
IRIS
| Page 3: Curricular Components (vanderbilt.edu)
v
Lunenburg,
Fred C. Components of a Curriculum Plan Schooling V2 N1 2011.pdf
(nationalforum.com)
v
<B9FCC5C2C6F2BEE720C0C0BFEBBEF0BEEEC7D0C8B820B5DEBACEBAD031322D322E687770>
(ed.gov)
v
Curriculum
Components and Design (ivypanda.com)
[6]
Tentang Aims and learning outcomes lihat link
dibawah ini ;
v
Guidance
on writing Aims and Learning Outcomes (abdn.ac.uk)
v
Course
Aims and Learning Outcomes (london.edu)
v
Aims,
objectives, outcomes - what's the difference? | Staff | Imperial College London
[7]
Link download ;
·
(PDF)
Prospects of Morality-Based Education in the 21st Century (researchgate.net)
[10]
FILSAFAT
PENDIDIKAN ESENSIALISME (Ajaran dan Pengaruhnya Dalam Konteks Pendidikan Modern
| JURNAL AZKIA : Jurnal Aktualisasi Pendidikan Islam (stitalhilalsigli.ac.id)
[13]
Lebih jelasnya Lihat link di bawah ini ;
[14]
(99+)
Patterns of Curriculum Organization | Jan Sar - Academia.edu
·
Curriculum organization |
Student Success (lde-studentsuccess.com)
·
iusd_curriculum_organizations_2017.pdf
·
School
organizational models - Wikipedia
·
Organization
for Curriculum Development on JSTOR
·
Czech-republic-recommendations-for-organization-education-curriculum-adjustments.pdf
(oecd.org)
[15]
Lihat ;
·
TAHAPAN
PENILAIAN PEMBELAJARAN BERDASARKAN KURIKULUM 2013 - Dr. Sarkadi, M.Si - Google
Books
Tidak ada komentar:
Posting Komentar