SDN TARO'AN

Alamat : Desa Taro'an Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan -Email : sdntaroan@gmail.com, NPSN : 20527086, Kode Pos : 69371

Senin, 04 September 2023

INTEGRASI DAN INTERKONEKSI ILMU PENDIDIKAN ISLAM TRANSFORMATIF DENGAN RUMPUN ILMU PENGETAHUAN

 


INTEGRASI DAN INTERKONEKSI

ILMU PENDIDIKAN ISLAM TRANSFORMATIF

DENGAN RUMPUN ILMU PENGETAHUAN

(ILMU PENGETAHUAN AGAMA & ILMU PENGETAHUAN SOSIAL)

Oleh: Aprida Pane

(Mahasiswa Pacsa Sarjana IAIN Padangsidimpuan)

 

A.    Pendahuluan

Kajian ke-Islaman selama ini yang sering dipahami oleh banyak orang adalah sebuah kajian yang berkenaan dengan ilmu-ilmu agama Islam. Demikian juga apabila disebut pendidikan Islam, yang muncul dibenak kita adalah pelajaran tauhid, fikih, tafsir, hadis, masailul fikih, tasawuf, akhlak, tarikh dan bahasa Arab. Segala yang dipahami dari realitas ini tidak lain adalah bahwa Islam seolah-olah hanya dipahami sebatas konsep iman, ibadah dan akhlak dalam arti sangat sempit. Jika dicermati lebih jauh lagi, seolah-olah tidak pernah ditemui perbincangan kajian Islam dengan persoalan ilmu seperti, ilmu politik, sosial, ilmu kimia, ilmu biologi, ilmu sejarah, dan sebagainya.

Untuk mengurangi ketegangan yang seringkali tidak produktif, dikenal istilah “integrasi dan interkoneksi” dengan rumpun ilmu. Ilmu Pendidikan Islam Transformatif (IPIT) mencurahkan perhatian pada problem kesenjangan “pemahaman” dan “pengamalan” agama melalui pendekatan dari bawah (pengalaman manusiawi). Pendidikan Islam Transformatif (PIT) merupakan upaya menyiapkan sumberr daya manusia yang modern sekaligus religius, serta tanggap pada perubahan yang ada disekitarnya dan berusaha mengejawatkan hasil pemikirannya, yakni perpaduan antara religiutas dan intelektualitas.

Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai pemahaman tentang integrasi dan interkoneksi ilmu, kemudian integrasi dan interkoneksi ilmu pendidikan Islam trasformatif dengan rumpun ilmu pengetahuan yakni Ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan sosial (Social Science), serta pada akhir tulisan makalah ini penulis akan menganalisa dari hasil uraian yang telah dibahas. 

B.     Pengertian Integrasi dan Interkoneksi Ilmu

Dalam banyak kasus, Islam telah ditempatkan secara dikotomis, yang selama ini mennimbulkan keterasingan dari disiplin ilmu yang lain. Hal ini antara lain yang menyebabkan ketertinggalan para intelektual muslim  dalam menjawab perubahan zaman, temasuk dalam merumuskan multidimensional approach..Dengan demikian adalah wajar jika masyarakat menggugat para ilmuan muslim melalui upaya ilmuisasi pengetahuan dalam Islam.

Oleh karena itu, Ilmu pengetahuan Islam perlu direkonstruksi kembali dengan paradigma baru yaitu bahwa ilmu pengetahuan Islam menggambarkan terintegrasinya seluruh sistem ilmu pengetahuan dalam satu kerangka. Dalam ilmu pengetahuan Islam lazimnya digunakan pendekatan wahyu, pendekatan filsafat, dan pendekatan empirik, yang mana pembahasannya itu bisa melalui tentang fungsi ilmu pengetahuan ataupun tujuan ilmu pengetahuan.[1]

Paradigma integrasi keilmuan beramsusi bahwa seolah-olah berharap tidak akan ada lagi perbedaan antara ilmu pendidikan Islam dengan ilmu umum, yakni dengan cara menggabungkan ilmu yang satu ke dalam yang lainnya.[2]

Fathul Mufid mengatakan dalam kutipannya bahwa menurut Kuntowijoyo makna dari integrasi ilmu adalah usaha dalam memadukan (bukan sekedar menggabung) ilmu aqliyah dengan ilmu naqliyah. bentuk integrasi ini adalah menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai grand theory pengetahuan. Sehingga ayat-ayat tentang qauliyah dan qauniyah dapat digunakan. Selanjutnya makna integrasi lebih dalam lagi adalah, berkaitan dengan usaha menggabungkan keilmuan umum dengan keilmuan Islam tanpa harus menghilangkan ciri khas antara dua keilmuan tersebut.[3]

Lebih lanjut sebagaimana dikemukakan oleh Fathul Mufid bahwa: “Paradigma interkoneksitas berasumsi bahwa untuk memahami fenomena kehidupan yang dihadapi dan dijaani manusia, setiap bangunan keilmuan apapun, baik keilmuan agama, keilmuan sosial, humaniora, maupun kealaman tidak dapat berdiri sendiri.”[4] Begitu juga  ilmu pengetahuan tertentu sering kali menyatakan dapat berdiri sendiri, dan dapat menyelesaikan persoalan secara tersendiri, tidak memerlukan bantuan dan sumbangan dari ilmu yang lain.”

Perbedaan pendekatan integrasi-interkoneksi dengan Islamisasi ilmu adalah dalam hal hubungan antara keilmuan umum dengan keilmuan agama. Jika digunakan dengan pendekatan Islamisasi ilmu, yang terjadi adalah pemisahan atau dipilah, peleburan dan pelumatan antara ilmu umum dengan ilmu agama, jadi ilmu umum dihapuskan sehingga diganti dengan ilmu agama. Adapun integrasi dan interkoneksi ini lebih bersifat menghargai keilmuan umum yang telah ada, karena pada dasarnya ilmu umum itu telah memiliki basis epistemologi, ontologi dan aksiologi yang mapan, sambil mencari letak kesamaannya, baik dengan menggunakan metode pendekatan (approach) dan metode berpikir (procedure) antara keilmuan dan menggabungkan nilai-nilai keilmuan Islam ke dalamnya ilmu tersebut, sehingga jenis ilmu umum dan ilmu agama dapat saling bersatu tanpa saling menghilangkan satu sama lain.

Secara epistemologis, paradigma interkoneksitas merupakan jawaban atau respon terhadap kesulitan-kesulitan yang dirasakan selama ini, yang diwariskan dan diteruskan selama berabad-abad dalam peradaban Islam tentang adanya dikotomi pendidikan umum dengan pendidikan agama. Paradigma interkoneksitas, secara aksiologis hendak menawarkan pandangan dunia manusia beragama dan ilmuwan yang baru, yang lebih terbuka mampu membuka dialog dan kerjasama, transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan berpandangan kedepan. Secara antologis, hubungan antar berbagai disiplin ilmu menjadi semakin terbuka dan cair, meskipun adanya batas wilayah antara budaya pendukung keilmuan agama yang bersumber pada teks-teks (Hadlarah al-Nash), dan budaya pendukung keilmuan faktual-historis-empiris yakni ilmu-ilmu sosial dan kealaman (Hadlarah al-Ilm) serta budaya pendukung keilmuan etis-filosofis (Hadlarah al-Falsafah) masih tetap saja ada.[5]

Sebagaimana yang dikutip dalam buku integrasi ilmu agama dengan ilmu umum, mengatakan bahwa Alquran dan Sunnah sesungguhnya tidak membedakan antara ilmu pendidikan Islam dengan ilmu-ilmu umum. Yang ada pada Alquran adalah ilmu. Adanya pembagian antara ilmu umum dan ilmu agama adalah tidak lain hanya melalui hasil karya manusia yang mengidentifikasi setiap ilmu berdasarkan objek kajiannya. Ilmu pada hakikatnya berasal dari Allah. Para ilmuwan dalam berbagai bidangnya bukanlah pencipta ilmu, akan tetapi penemu ilmu, penciptanya adalah Tuhan, yakni Allah swt. Atas dasar pandangan integrated tersebut, maka seluruh ilmu hanya dapat dibedakan dalam nama dan istilah-istilahnya saja, sedangkan hakikat dan substansi ilmu sebenarnya satu, dan berasal dari Tuhan.[6]

Perbedaan pendekatan integrasi-interkoneksi dengan Islamisasi ilmu adalah dalam hal hubungan antara keilmuan umum dengan keilmuan agama. Jika digunakan dengan pendekatan Islamisasi ilmu, yang terjadi adalah pemisahan atau dipilah, peleburan dan pelumatan antara ilmu umum dengan ilmu agama, jadi ilmu umum dihapuskan sehingga diganti dengan ilmu agama. Adapun integrasi dan interkoneksi ini lebih bersifat menghargai keilmuan umum yang telah ada, karena pada dasarnya ilmu umum itu telah memiliki basis epistemologi, ontologi dan aksiologi yang mapan, sambil mencari letak kesamaannya, baik dengan menggunakan metode pendekatan (approach) dan metode berpikir (procedure) antara keilmuan dan menggabungkan nilai-nilai keilmuan Islam ke dalamnya ilmu tersebut, sehingga jenis ilmu umum dan ilmu agama dapat saling bersatu tanpa saling menghilangkan satu sama lain.

C.    Integrasi dan Interkoneksi Pendidikan Islam Transformatif dengan Pengetahuan Agama

Pada hakikatnya, agama adalah wahyu Tuhan yang mengatur setiap hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah), berikut juga mengatur tentang hubungan manusia dengan diri sendiri, dengan oranglain, serta dengan lingkungan hidup yang berbentuk fisik, sosial atau budaya secara keseluruhan. Semua aturan dan kaidah-kaidah itulah yang disebut dengan syariat.[7]

Agama merupakan kebutuhan asasi setiap manusia. Dengan agama, manusia dapat menemukan kebenaran dari berbagai persoalan yang bersifat metafisik. Agama dapat menjadi alat kontrol daya eksplorasi akal dan nafsu untuk senantiasa berkembang sesuai dengan ajaran agamanya. Sebagai sumber kebenaran, fitrah akal dan fitah agama hendaknya berjalan secara harmonis dan saling melengkapi satu sama lain. Agama senantiasa memotivasi perkembangan akal. Sementara melalui daya eksplorasi akal yang sesuai dengan fitrah-Nya akan memperkuat kebenaran ajaran agama yang diyakininya.[8]

Sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Nizar, bahwa Mohammad Nasir mengatakan semisal diletakkan ‘tauhid’ sebagai landasan dan sekaligus tujuan akhir pendidikan Islam. Ini memberikan artibahwa pendidikan berikut hasil yang dibawanya bukan sebagai tujuan, akan tetapi ‘alat’ bagi menata kehidupan manusia yang lebih baik dan bermanfaat. Dasar ini merupakan karakteristik pendidikan Islam dan menjadi titik pembeda pendidikan yang di tawarkan Barat.[9]

Pandangan yang mempertentangkan antara agama dengan ilmu pengetahuan akan memperlemah dinamika peradaban manusia. Seseorang yang fanatik terhadap agama, tidak mau menerima ilmu pengetahuan, sedangkan seseorang yang bersimpati pada ilmu pengetahuan akan merasa sinis terhadap agama sehingga dia akan bertindak secara liar, terlepas dari agama sama sekali. Pada kenyataannya tidaklah bertentangan. Justrus Islam memiliki hubungan yang harmonis dengan ilmu pengetahuan.

Salah satu penyebab berkembangnya kecenderungan dikotomi tersebut adalah kegagalan manusia (Muslim) memahami secara proporsional hubungan antara ilmu dan agama. Salah satu penyebab hal tersebut adalah karena terjebak oleh ilmuwan Barat mengenai hubungan agama dan ilmu pengetahuan. Pandangan mereka secara historis dilihat dari kejadian sebelum masa renaissance yang terjadi saat itu pertentangan hebat antara doktri agama (Kristen) dengan temuan ilmu pengetahuan, yang menyebabkan banyak terjadi korban dikalangan ilmuwan. Namun, kasus tersebut tidak pernah terjadi pada dunia Islam. Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Secara historis umat Islam dapat mencapai kejayaan dikarenakan mencapai masa kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, dengan adanya ilmu pengetahuan Islam hal itu dapat tercapai.[10]

Melalui pendidikan, manusia dapat mengetahui nilai kebenaran, menemukan cara berpikir, menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan pada sebuah kesatuan sosial, dan sekaligus mengembangkan fitrahnya, baik fitrah fisik maupun psikis secara optimal. Proses ini akan membantu manusia dalam menggunakan akal untuk mempertimbangkan seluruh perbuatannya.[11]

Agama merupakan salah satu dasar pendidikan Islam. Dengan adanya agama, maka semua aktivitas pendidikan Islam menjadi bermakna, mewarnai dasar lain dan bernilai ubudiyah.  Dalam agama memerlukan praktik dalam berbagai pendidikan, seperti sejarah (historis), sosiologis, politik serta administratif, ekonomi, psikologi, dan filosofis. Agama inilah yang mampu  menjadi dasar bagi semua yang ada dalam pendidikan Islam. Aplikasi dasar-dasar yang lain merupakan bentuk realisasi diri yang bersumber dari agama dan bukan sebaliknya. Apabila agama Islam menjadi frame bagi dasar pendidikan Islam, maka setiap pendidikan Islam dianggap sebagai ibadah, sebab ibadah merupakan aktualisasi diri yang paling ideal dalam pendidikan Islam.[12]

Kebenaran agama, diantara dasar-dasar pendidikan Islam yang lain dapat di ilustrasikan seperti gambar berikut ini:[13]

                   


3.      Gambar pancaran. Artinya, semakin banyak wilayah yang mengenai pancaran imaniah-ilahiah, maka semakin baik nilai kehidupan manusia, baik pada dasar historis, sosiologis, politik dan administrasi, ekonomi, psikologi, dan filosofis.

Gambar di atas menunjukkan bahwa agama menjadi sumbu bagi dasar operasional pendidikan Islam. Gambar tersebut memiliki 4 lingkaran: (1) lingkaran yang paling dalam, yaitu imaniyah-ilahiyyah, yang intinya berupa rukun iman (iman kepada Allah, Malaikat, kitabullah, Rasulullah, hari kiamat dan takdir), (2) lingkaran yang kedua dari dalam, yaitu ‘ubudiyah-ilahiyyah, yang intinya berupa rukun Islam (syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji) atau dikenal dengan ibadah mahdah yang tata caranya sudah diatur secara permanen. (3) lingkarang yang ketiga dari dalam, mu’amalah-ilahiyyah disebut juga ‘ubudiyah-insaniyyah yang intinya berupa dasar yang muncul dari jihad manusia (seperti: historis, sosiologis, politik dan administrasi, ekonomi, psikologi, dan filosofis), tanpa dikaitkan dengan dasar agama.[14]

Kemudian, sebagaimana yang diketahui bahwa ilmu isinya adalah teori. Ilmu pendidikan isinya teori-teori tentang pendidikan. Ilmu pendidikan Islam isinya teori-teori tentang pendidikan yang berdasarkan Islam. Hal ini karena keyakinan, dan hal itu berdasarkan Islam.

Dengan apa kehidupan diatur? Begitulah kira-kira pertanyaan yang pertama. Jawabnya, diatur dengan aturan. Aturan yang mengatur itu haruslah aturan yang pasti kebenarannya. Karena aturan yang dibuat oleh manusia belum dapat diyakini pasti kebenarannya, maka orang mencari aturan yang pasti kebenarannya. Aturan yang pasti benarnya itu haruslah aturan yang dibuat oleh Yang Mahapintar, Maha Bijaksana. Manusia bukanlah yang Mahapintar. Manusia mengetahui bahwa banyak yang tidak diketahuinya, dan ia sering salah. Oleh karena itu, aturan tersebut pasti bukanlah aturan yang dibuat oleh manusia. Yang Mahapintar adalah yang tidak pernah salah. Muslim meyakini itu adalah Tuhan. Jadi, aturan Tuhan itulah yang harus digunakan dalam kehidupan ini, karena aturan itu pasti benar. Pada akhirnya dasar pandangan ini adalah keyakinan, bukan kekuatan logika.

Pendidikan menduduki posisi terpenting dalam kehidupan manusia, maka muslim meletakkan Alquran, hadis, dan akal sebagai dasar bagi teori-teori pendidikannya. Oleh karena itu, ilmu pendidikan Islam memilih Alquran dan hadis sebagai dasarnya. Kata ‘akal’ tidak perlu disebutkan secara formal karena telah diketahui secara umum bahwa Alquran dan hadis menyuruh menggunakan akal. Jadi, hal ini disebabkan karena kedua sumber itu dijamin kebenarannya. [15] 

D.    Integrasi dan Interkoneksi Pendidikan Islam Transformatif dengan Pengetahuan Sosial

Pada umumnya, orang sependapat bahwa ilmu sosial terletak di antara ilmu alam dan ilmu budaya. Hanya saja orang berbeda pendapat mengenai letak yang sebenarnya, apakah ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu alam atau ilmu budaya. Para antropolog cenderung meletakkan ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu budaya. Mereka meletakkan ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu budaya. Mereka melihat, tingkah laku sosial pada dasarnya selalu mengacu kepada aturan-aturan tingkah laku yang berdasar atas pola ideal yang bersumber dari nilai. Karena itu, kunci memahami masyarakat adalah memahami nilai yang ada pada masyarakat itu.[16]

 Pendidikan dengan pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi untuk menjelaskan konsep pendidikan dan memecahkan berbagai problema yang dihadapinya. Dari adanya pendekatan ini, maka interaksi atau hubungan pendeidikan dengan sosial dikatakan sebagai bentuk komunikasi sosial, ataupun diciptakan dengan hubungan sosial. Para sosiolog pendidikan mengkaji praktik-praktik pendidikan untuk membuktikan hubungannya dengan kelembagaan, tujuan, kurikulum, proses belajar-mengajar, dan berbagai komponen pendidikan lainnya.

Adapun alasan yang digunakan pendidikan dengan pendekatan sosiologi ini sangat penting untuk dibahas, yaitu sebagai berikut:

1.    Konsep pendidikan, selain didefinisikan melalui pendekatan individual sebagaimana pada aliran nativisme, juga dapat didekati melalui pendekatan masyarakat, pendidikan dapat diartikan sebagai pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap terpelihara.

2.    Pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia. Ia adalah suatu tindakan sosial yang memungkinkan terjadinya interaksi melalui suatu jaringan hubungan-hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan ini bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan-peranan individu inilah yang menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat. Aspek-aspek sosial pendidikan dapat digambarkan dengan memandang ketergantungan individu satu sama lain dalam proses pembelajaran.

3.    Setiap anak didik memiliki akal dan kecerdasan. Akal dan kecerdasan merupakan kelebihan manusia dibanding dengan makhluk lain. Dengan potensi yang bersifat kreatif dan dinamis tersebut, anak didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan problem-problemnya. Potensi akal dan kecerdasan itulah yang menjadikan setiap anak menjadi lebih aktif, kreatif, dan dinamis untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan. Wahana yang sangat efektif dalam melaksanakannya adalah pendidikan.  Oleh karena itu haruslah berorientasi kepada sifat dasar dan harkat anak didik sebagaimana ia adalah manusia yang berkembang. Usaha-usaha yang harus dilakukan adalah bagaimana menciptakan kondisi edukatif yang memberikan motivasi sehingga kecerdasan anak didik dapat berfungsi dan berkembang dengan baik.[17]

4.    Saat ini yang terjadi dalam program pendidikan adalah harus memuat mata pelajaran yang berkaitan dengan sistem nasional, serta yang berkaitan juga dengan kepentingan lokal yang sering disebut dengan kurikulum lokal (kurlok). Fakta menunjukkan, bahwa Indonesia adalah salah satu negara besar di dunia yang terdiri lebih dari tiga puluh provinsi. Masing-masing provinsi disamping memiliki persamaan, juga memiliki perbedaan baik dari segi bahasa, budaya, adat istiadat, kondisi alam, cuaca, dan sebagainya. Segala perbedaan tersebut harus dipertimbangkan dalam merancang program pendidikan sehingga para lulusan pendidikan yang berasal dari daerah tersebut dapat memahami dengan jelas dan lengkap mengenai keadaan daerahnya yang selanjutnya dapat menolong para lulusan untuk berkomunikasi, berinteraksi. Dengan cara demikian, pendidikan akan dapat menolong peserta didik untuk memelihara tradisi budayanya. Dengan demikian, pendidikan harus dilaksanakan berbasis masyarakat.

5.    Setelah terjadinya era reformasi di tahun 1992 sampai sekarang, perhatian terhadap kepentingan masyarakat semakin meningkat. Program dan kegiatan pendidikan selain harus mencerminkan aspirasi dan kepentingan masyarakat, juga harus melibatkan kepentingan masyarakat.

6.    Setiap bangsa di dunia menyelenggarakan pendidikan yang disesuai dengan kepentingan negaranya.[18] 

 

E.     Peta Konsep Keilmuan (Gagasan Amin Abdullah: Spider Web)

Gambar di bawah ini mengilustrasikan hubungan jaring laba-laba yang bercorak teoantroposentris-integralistik. Gagasan ini dikenal melalui ilmuwan muslim, yakni Amin Abdullah. Sebagaimana yang ia gambarkan dengan strategi spider web. . Pada konteks ini, metode spider web menawarkan strategi pembelajaran yang mengintegrasi-kan suatu tema ke dalam semua mata pelajaran. Dalam kegiatan belajar outbound (sekolah alam), semua objek pembelajaran di alam dapat dikaitkan dalam satu tema yang nantinya akan dijabarkan dalam mata pelajaran yang akan digunakan, sedangkan dalam pembelajaran konseptual, metode ini menghasilkan suatu peta konsep.[19]

Spider web yang ditawarkan Amin Abdullah adalah bersifat peta konsep. Sebagai sebuah peta konsep spider web, tentu saja peta ini dapat dimaknai sebagai berikut; (1) bahwa setiap item yang terdapat dalam peta itu memiliki hubungan-hubungan, walau tidak seluruhnya, antara yang satu dengan yang lain; inilah yang dimaksud Amin Abdullah dengan keilmuan integratif; (2) keilmuan itu berpusat pada Alquran dan Sunnah dan secara hirarkis berkaitan dengan sejumlah pengetahuan sesuai dengan tingkat nya; (3) item-item yang terdapat dalam satu lapis lingkar menunjukkan kesetaraan dilihat dari tingkat abstraksi atau teoritisnya; dan (4) garis-garis yang memisah antara satu item dengan item lain dalam satu lapis lingkar tidak dapat dipahami sebagai garis pemisah.[20]

Berikut ini adalah gambar jaring laba-laba yang bercorak teoantroposentris-integralistik:[21]


 
Seperti yang terlihat dalam gambar, konten jaring laba-laba keilmuan ini tediri atas 4 lapis lingkaran; tiga di antaranya membentuk jalur. Lingkar lapis 1 (paling dalam) adalah Alquran dan Sunnah yang berkedudukan sebagai sumber utama pengetahuan Islam. Di atas lingkar lapis 1 terdapat lingkar lapis 2 yang membentuk jalur dan memuat 8 disiplin ilmu-ilmu Ushuluddin, yaitu Kalam, Falsafah, Tasawuf, Hadis, Tarikh, Fikih, Tafsir, dan Lughah. Lingkar lapis ke-3 adalah jalur pengetahuan teoritik yang terdiri atas; Sociology, Hermeneutics, Philology, Semiotics, Ethics, Phenomenology, Psychology, Philosophy, History, Antrophology, dan Archeology. Sedangkan lingkar lapis 4 (terluar) merupakan jalur pengetahuan aplikatif, yang terdiri atas; Isu-isu Religious Pluralism, Sciences and Technology, Economics, Human Rights, Politics/Civil Society, Cultural Studies, Gender Issues, Environmental Issues, dan Internastional Law. Menurut Amin Abdullah, gambar jaring laba-laba keilmuan di atas mengilustrasikan hubungan yang bercorak teoantroposentris-integralistik. Di situ tergambar bahwa jarak pandang dan horizon keilmuan integralistik begitu luas sekaligus terampil dalam perikehidupan sektor tradisional maupun modern lantaran dikuasainya salah satu ilmu dasar dan keterampilan yang dapat menopang kehidupan era informasi-globalisasi. Di samping itu tergambar sosok yang terampil dalam menangani dan menganalisis isu-isu yang menyentuh kemanusiaan dan keagamaan era modern dan pasca modern dengan dikuasainya berbagai pendekatan baru yang diberikan oleh ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial dan humaniora kontemporer. Di atas segalanya, dalam setiap langkah yang ditempuh, selalu dibarengi landasan etika-moral keagamaan yang objektif dan kokoh, karena keberadaan Alquran dan Sunnah yang dimaknai secara baru selalu menjadi dasar pada kehidupan agama manusia yang bersatu dalam kesatuan ilmu Allah, yakni ilmu umum dan ilmu agama.. Kesemuanya itu diabadikan untuk kesejahteraan manusia secara bersama-sama tanpa pandang latar belakang etnisitas, agama, ras maupun golongan.[22]

Satu hal yang menarik dari teori spider web keilmuan ini adalah penempatan alquran di tengah kompleksitas perkembangan keilmuan. Ini suatu penegasan yang penting bagi setiap Muslim, sebab Alquran itu diyakini sebagai sumber kebenaran, etika, hukum, kebijaksanaan, dan pengetahuan. Sekalipun demikian, Amin Abdullah menegaskan, Islam tidak pernah menjadikan wahyu Tuhan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan dan melupakan Tuhan. Menurut pandangan ini, sumber pengetahuan itu dua macam, yaitu yang berasal dari Tuhan dan yang berasal dari manusia. Perpaduan antara keduanya itulah yang disebut teoantroposentrisme.

Amin Abdullah memandang integrasi keilmuan mengalami kesulitan, yaitu kesulitan memadukan studi Islam dan umum yang kadang tidak saling akur karena keduanya ingin saling mengalahkan.Oleh karena itu, diperlukan usaha interkoneksitas yang lebih arif dan bijaksana. Adapun yang dimakud tentang interkoneksitas disini adalah upaya untuk memahami kehidupan yang dihadapi dan dijalani manusia, sehingga seluruh bangunan keilmuan, baik keilmuan agama, keilmuan sosial, humaniora, maupun kealaman tidak dapat berdiri sendiri, maka dibutuhkan kerjasama, saling melengkapi, saling membutuhkan, saling koreksi dan saling keterhubungan antara disiplin seluruh keilmuan. Pendekatan integratif-interkonektif merupakan pendekatan yang tidak saling melumatkan dan peleburan antara keilmuan umum dan agama. Pendekatan integratif-interkonektif merupakan usaha untuk menjadikan sebuah keterhubungan antara keilmuan agama dan keilmuan umum. Muara dari pendekatan integratif-interkonektif menjadikan keilmuan mengalami proses obyektivikasi dimana keilmuan tersebut dirasakan oleh orang non Islam sebagai sesuatu yang natural (sewajarnya), tidak sebagai perbuatan keagamaan.  Meskipun demikian, apabila ditinjau dari sisi yang memiliki perbuatan, maka tetap dianggap sebagai perbuatan keagamaan, termasuk itu tentang amal, karena posisi Islam adalah sebagai rahmat bagi semua orang. Perbedaan pendekatan integrasi-interkoneksi dengan Islamisasi ilmu adalah dalam hal hubungan antara keilmuan umum dengan keilmuan agama. Jika menggunakan pendekatan Islamisasi Ilmu, yang terjadi bukanlah penggabungan dan kerja sama, akan tetapi akan terjadi pemisahan, peleburan antara ilmu umun dengan ilmu agama. Sedangkan pendekatan integrasi interkoneksi lebih bersifat menghargai keilmuan umum yang sudah ada, karena keilmuan umum juga telah memiliki basis epistemologi, ontologi dan aksiologi yang mapan, sambil mencari letak persamaan, baik metode pendekatan (approach) atau metode berpikir (procedure) antar keilmuan dan memasukkan nilai-nilai  Islam, yaitu tauhid, akhlakul karimah dan prinsip rahmatan lil alamin ke dalamnya, sehingga keilmuan umum dan agama dapat saling bekerja sama tanpa saling mengalahkan.[23]

F.     Analisis

Dari hasil uraian pada pembahasan mengenai integrasi dan interkoneksi Ilmu Pendidikan Islam transformatif  (IPIT) dengan rumpun ilmu, penulis berpendapat bahwa hal tersebut merupakan upaya menghubungkan rumpun ilmu-ilmu dengan ilmu pendidikan Islam, karena suatu ilmu tidak dapat berdiri sendiri, maka dibutuhkan kerjasama, saling tegur sapa, saling membutuhkan, saling koreksi dan saling keterhubungan antara disiplin keilmuan.

Adapun istilah integrasi dan interkoneksi adalah sebuah pendekatan yang tidak melumatkan antara ilmu umum dengan ilmu agama, akan tetapi lebih kepada usaha untuk menyatukan, ataupun kerja sama antara ilmu umum dengan ilmu agama sehingga adanya proses saling membutuhkan diantara keduanya. Dengan istilah integrasi dan interkoneksi ini, dapat kita pahami bahwasanya ilmu pendidikan Islam transformatif tidak dapat berdiri sendiri tanpa disandingkan dengan rumpun ilmu lainnya.

Begitu pentingnya peran ilmu pengetahuan agama dalam ilmu pendidikan Islam. Dengan adanya ilmu pengetahuan agama, maka ilmu pendidikan Islam terkontrol, sehingga tujuan nya dapat tercapai. Karena ilmu pengetahuan agama merupakan salah satu dasar pendidikan Islam. Dengan adanya agama, maka semua aktivitas pendidikan Islam menjadi bermakna. Sama halnya dengan ilmu pengetahuan sosial, bahkan ilmu pendidikan Islam transformatif begitu memerlukan ilmu sosial, karena ilmu sosial membahas mengenai bagaimana manusia dalam berinteraksi.

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Integrasi dan interkoneksi ilmu pendidikan Islam transformatif dengan ilmu pengetahuan agama dapat dilihat melalui kenyataan bahwa agama merupakan dasar utama dari Pendidikan Islam Transformatif (IPIT). Tanpa adanya ilmu pengetahuan agama, maka pendidikan Islam tidak bermakna.

2.      Integrasi dan interkoneksi ilmu pendidikan Islam transformatif dengan ilmu pengetahuan sosial dapat dilihat melalui kenyataan bahwa pendidikan Islam selalu dilaksanakan dengan adanya interaksi, dalam hal ini, maka ilmu pendidikan Islam harusnya berdiri ataupun disandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial.

3.      Integrasi dan interkoneksi ilmu pendidikan transformatif sangatlah relevan, sebagaimana dengan tujuan Pendidikan Islam Transformatif (PIT) yang ingin melahirkan individu yang memiliki cakrawala luas serta religius, maka interkoneksi dan integrasi ini merupakan wahana untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki pemikiran religiuitas dan intelektualitas tersebut.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008.

Abudin Nata, dkk, Integrasi Ilmu Agama & Ilmu Umum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005..

Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner: Normatif Parenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Menajemen, Tekhnologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum, Jakarta: Raja Grafindo,2010.

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.

Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integrasi dan Interkonektif , Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.  

Fathul Mufid, “Integrasi Ilmu-Ilmu Islam”, dalam Jurnal Penelitian, Volume 1, No.1, Juni 2013.

Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Klasik , Jakarta: Erlangga, 2005.  Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.

Parluhutan Siregar, “Integrasi Ilmu-Ilmu Keislaman Dalam Perspektif M. Amin Abdullah”, dalam Jurnal Penelitian, MIQOT Vol. XXXVIII No. 2 Juli-Desember 2014.

Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008.



[1]Fathul Mufid, “Integrasi Ilmu-Ilmu Islam”, dalam Jurnal Penelitian, Volume 1, No.1, Juni 2013, h. 63.

[2]Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integrasi dan Interkonektif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 2.

[3]Fathul Mufid, “Integrasi”, h.  69.

[4]Ibid.

[5] Ibid., h. 3.

[6]Abudin Nata, dkk, Integrasi Ilmu Agama & Ilmu Umum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 52.

[7]Abdullah, Islamic Studies, h. 101.

[8]Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner: Normatif Parenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Menajemen, Tekhnologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum (Jakarta: Raja Grafindo,2010), h. 30.  

[9]Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), h. 131.

[10]Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Klasik (Jakarta: Erlangga, 2005), h.  22.

[11]Nizar, Memperbincangkan, h. 132.

[12]Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), h. 47.

[13]Ibid., h. 48.

[14]Ibid., h. 49.

[15]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 29-31.

[16]Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 44.

[17] Nata, Ilmu Pendidikan, h. 204.

[18] Ibid., h. 207.

[19] Parluhutan Siregar, “Integrasi Ilmu-Ilmu Keislaman Dalam Perspektif M. Amin Abdullah”, dalam Jurnal Penelitian, MIQOT Vol. XXXVIII No. 2 Juli-Desember 2014, h. 344.

[20]Ibid., h. 344.

[21]Abdullah, Islamic Studies, h. 107.

[22]Siregar, Integrasi Ilmu-ilmu, h. 345.

[23]Mufid,”Integrasi Ilmu” , h. 72.

Tidak ada komentar:

MODEL PEMBELAJARAN

Model Pembelajaran Inovatif Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

  MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI I.      PENDAHULUAN Dalam rangka meningkatkan mutu p...

Postingan Beranda