LANDASAN
HUKUM KODE ETIK GURU
Oleh: Prof. Dr. Endang
Komara, M.Si
I.
Pendahuluan
Kode etik sebagai pola aturan, tata
cara tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode
etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Dalam
kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang
menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan
nilai-nilai profesional suatu profesi yang diterjemahkan ke dalam standar
perilaku anggotanya. Nilai profesional paling utama adalah keinginan untuk
memberikan pengabdian kepada masyarakat.
Istilah profesi keguruan di bidang
pendidikan mulai hangat dibicarakan di tahun 2005 setelah terbitnya
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 1 ayat
1 Undang-Undang tersebut diungkapkan bahwa guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Lebih lanjut pada pasal 1 ayat 4
diungkapkan bahwa profesional merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau nroma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dari Undang-Undang tersebutlah
kemudian muncul istilah profesi keguruan dan guru profesional.
Menurut
Wiyani (2015:61) bahwa guru profesional memiliki kemampuan antara lain:
a. menguasai karakteristik peserta didiknya dari aspek fisik, moral, sosial,
kuktural, emosional dan intelektual; b. menguasai teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; c. mengembangkan kurikulum yang
terkait dengan mata pelajaran atau bidang studi yang diampuninya; d.
menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik; e. memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran; f. memfasilitasi
pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya; g. menjalin komunikasi yang efektif, empatik, dan santun
dengan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran; h. menyelenggarakan penilaian
dan evaluasi proses dan hasil belajar peserta didik; i. memanfaatkan hasil
penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran; j. melakukan tindakan
reflektif untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Nilai
profesional dapat disebut juga dengan istilah etis, seperti dijelaskan oleh
Chung (1981) empat asas etis, yaitu: menghargai harkat dan martabat; peduli dan
bertanggung jawab; integritas dalam hubungan dan; tanggung jawab terhadap
masysrakat.
Kode
etik dijadikan standar aktivitas anggota profesi. Kode etik tersebut sekaligus
sebagai pedoman (guidelines).
Masyarakat pun menjadikan sebagai pedoman dengan tujuan mengantisipasi
terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan
monopoli profesi, yaitu memanfaatkan kekuasaan dan hak-hak istimewa yang
melindungi kepentingan pribadi yang bertentangan dengan masyarakat.
II. Pembahasan
A. Etika Profesi
Sama seperti profesi yang lainnya,
profesi guru juga memiliki kode etik yang disebut dengan kode etik guru.
Rochman dan Heri Gunawan (2012:108) mengungkapkan bahwa kode etik profesi
adalah norma-norma yang harus diindahkna oleh setiap anggotanya dalam
melaksanakan tugas dan pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat.
Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun q1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian pada Pasal 28 disebutkan bahwa kode etik
merupakan pedoman sikap dan perilaku di dalam dan di luar kedinasan. Kemudian
pada kode etik pegawai negeri sipil disebutkan bahwa kode etik adalah pedoman
sikap, perilaku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup
sehari-hari.
Berdasarkan pengertian di atas, maka
kode etik guru adalah norma-norma yang dijadikan sebagai landasan oleh
sekelompok guru dalam melaksanakan tugas dan pergaulannya di lingkungan
pendidikan. Lingkungan pendidikan tersebut oleh Ki Hajar Dewantara disebut
dengan istilah Tri Pusat Pendidikan, meliputi lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Jadi, pada kode etik profesi guru
terdapat dua unsur pokok. Pertama,
kode etik profesi guru adalah landasan moral bagi guru. Kedua, kode etik profesi guru merupakan pedoman bagi guru dalam
berperilaku. Sebagai landasan dalam berperilaku bagi sekelompok guru, norma
pada kode etik profesi guru berisi berbagai petunjuk mengenai bagaimana
seharusnya guru bekerja serta berbagai larangan yang harus tidak boleh
dilakukan oleh guru ketika bekerja. Lalu seperti apakah kode etik profesi guru
di Indonesia?.
Kode etik profesi guru di Indonesia
disebut dengan istilah Kode Etik Guru Indonesia (KEGI). KEGI adalah norma dan
asas yabng disepakati serta diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman
sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota
masyarakat, serta warga negara Republik Indonesia.
KEGI tersebut kemudian menjadi sesuatu yang membedakan antara profesi
guru dengan profesi lainnya. Pada Keputusan Konres XXI Persatuan Guru Republik
Indonesia Nomor VI?Kongres/XX/PGRI 2013 tentang kode etik guru terungkap bahw
KEGI merupakan pedoman perilaku gurub Republik Indonesia dalam melaksanakan
tugas keprofesiannya.
Pada keputusan kongres tersebut juga
terungkap bahwa KEGI terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kwajiban guru
secara umum dan bagian kewajiban guru secara khusus. Kewajiban guru secara umum
yaitu: 1) menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah atau janji guru.
Demi Allah (diucapkan sesuai dengan agamanya masing-masing) sebagai guru
Indonesia saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan:
1. Membaktikan diri
saya untuk tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran peserta didik guna kepentingan kemanusiaan di masa depannya;
2. Melestarikan dan
menjunjung tinggi martabat guru sebagai profesi terhormat dan mulia;
3. Melaksanakan tugas
saya sesuai dengan kompetensi jabatan guru;
4. Melaksanakan tugas
saya serta bertanggung jawab yang tinggi dengan mengutaakan kepentingan peserta
didik, masyarakat, bangsa dan Negara serta kemanusiaan;
5. Menggunakan
keharusan profesional saya semata-mata berdasarkan nilai-nilai agama dan
Pancasila;
6. Menghormati asasi
peserta didik untuk tumbuh dan berkembang guna mencapai kedewasaannya sebagai
warga negara dan bangsa Indonesia yang bermoral dan berakhlak mulia;
7. Berusaha secara
sungguh-sungguh untuk meningkatkan keharusan professional;
8. Berusaha secara
sungguh-sungguh untuk melaksanakan tugas[-tugas guru tanpa dipengaruhi
pertimbangan bunsur-unsur di luar kependidikan;
9. Memberikan
penghormatan dan pernyataan terima kasih pada guru yang telah mengantarkan saya
menjadi guru Indonesia;
10. Menjalin kerjasama
secara sungguh-sungguh dengan rekan sejawat untuk menumbuhkankembangkab dan
meningkatkan profesionalitas guru Indonesia:
a. Berusaha untuk
menjadi teladan dalam berperilaku bagi peserta didik dan masyarakat;
b. Menghormati,
mentaati dan mengamalkan Kode Etik Guru Indonesia.
2)
melaksanakan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Pada Undang-Undang RUI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bwriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlajk mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta beretanggung
jawab. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan diharapkan dapat
menelorkan peserta didik yang memiliki spesifikasi antara lain:
a. Beriman, bertaqwa, dan berakhlak
mulia.
b. Sehat jasmani, berilmu dan terampil
mengaplikasikan ilmunya.
c. Pancasilais.
Sedangkan kewajiban guru secara khusus
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Kewajiban kepada
peserta didik, meliputi: a. bertindak professional dalam melaksanakan tugas
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
proses hasil belajar peserta didik; b. memberikan layanan pembelajaran
berdasarkan karakteristik individual serta tahapan tumbuh-kembang jiwa peserta
didik; c. mengembangkan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan; d. menghormati martabat dan hak-hak serta memperlakukan peserta
didik secara adil dan objektif; e. melindungi peserta didik dari segala
tindakan yang dapat mengganggu perkembangan, proses belajar, kesehatan, dan
keamanan bagi peserta didik; f. menjaga kerahasiaan pribadi peserta didik,
kecuali dengan alasan yang dibenarkan berdasarkan hukum, kepentingan
pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan; g. menjaga hubungan profesional dengan
peserta didik dan tidak memanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan/atau
kelompok dan tidak melanggar norma yang berlaku.
2. Kewajiban guru
kepada orang tua atau wali peserta didik yaitu: a. menghormati hak orang tua
atau wali peserta didik untuk berkonsultasi dan memberikan informasi secara
jujur serta objektif mengenai kondisi dan perkembangan belajar peserta didik;
b. membina hubungan kerjasama dengan orang tua atau wali peserta didik dalam
melaksanakan proses pendidikan untuk kepentingan mutu pendidikan; c. menjaga
hubungan profesional dengan orang tua atau wali peserta didik serta tidak
memanfaatkan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
3. Kewajiban guru
terhadap masyarakat antara lain: a. menjalin komunikasi yang efektif dan
bekerjasama secara harmonis dengan masyarakat untuk mamajukan dan mengembangkan
pendidikan; b. mengakomodasi aspirasi dan keinginan masyarakat dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan; c. bersikap responsif terhadap
perubahan yang terjadi dalam masyarakat dengan mengindahkan norma dan sistem
nilai yang berlaku; d. bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif untuk
menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif; e. menjunjung tinggi kehormatan
dan martabat serta menjadi panutan bagi masyarakat.
4. Kewajiban
guru terhadap teman sejawat meliputi: a.
membangun suasana kekeluargaan, solidaritas, dan saling menghormati antar teman
sejawat baik di dalam maupun di luar sekolah; b. saling berbagi ilmu
pengetahuan, teknologi, keterampilan, seni dan pengalaman serta saling
memotivasi untuk meningkatkan profesionalitas dan martabat guru; c. menjaga
kehormatan dan rahasia pribadi teman
sejawat; d. menghindari tindakan yang berpotensi menciptakan konflik antar
teman sejawat.
5. Kewajiban guru
terhadap profesi, antaralain: a. menjunjung tinggi jabatan guru sebagai
profesi; b. mengembangkan profesionalisme secara berkelanjutan sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan mutu pendidikan; c.
melakukan tindakan dan/atau mengeluarkan pendapat yang tidak merendahkan
martabat profesi; d. dalam melaksanakan tugas, tidak menerima janji dan
pemberian yang dapat mempengaruhi keputusan dan tugas keprofesionalannya; e.
melaksanakan tugas secara bertanggung jawab terhadap kebijkan pendidikan.
6. Kewaiiban guru
terhadap organisasi profesi, antara lain: a. mentaati peraturan dan berperan
aktif dalam melaksanakan program organisasi profesi; b. mengembangkan dan
memajukan organisasi profesi; c. mengembangkan organisasi profesi untuk menjadi
pusat peningkatan profesionalitas guru dan pusat informasi tentang pengembangan
pendidikan; d. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat organisasi profesi; e.
melakukan tindakan dan/atau mengeluarkan pendapat yang tidak merendahkan organisasi
profesi.
7. Kewajiban guru
terhadap pemerintah, sebagai berikut: a. berperan serta menjaga persatuan dan
kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam wadah NKRI berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945; b. berperan serta dalam melaksanakan program
pembangunan pendidikan; c. melaksanakan ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Berdasarkan berbagai kewajiban di atas,
maka sebenarnya KEGI bukan hanya menjadi landasan bagi guru dalam berperilaku
saja, tetapi juga menjadi suatu standar perilaku yang harus ditampilkan oleh
guru. Ketika standar perilaku tersebut terpenuhi, maka terjadilah hubungan yang
harmonis antara guru dengan dirinya, peserta didik, wali peserta didik, teman
sejawat, masyarakat, organisasi profesi, dan pemerintah.
B. Landasan Hukum Profesi
Dalam rangka perlindungan pendidik dan
tenaga kependidikan (PTK) di Indonesia, sudah terdapat sejumlah ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur dan terkait dengan perlindungan PTK,
antara lain:
1. Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
3. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
4. Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
5. Undang-Undang
tentag Hak Kekayaan Intelektual, yang meliputi:
a. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
b. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten
c. Undang_Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merk
d. Undang-UndangNomor 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman
e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak SirkuitUndang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
6. Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
7. Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan.
Materi yang mengatur dan berkaitan
dengan perlindungan PTK dalam berbagai undang-undang tersebut di atas dapat
dilihat dalam pasal-pasal sebagai berikut.
a. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Pasal 40 ayat
(1):
Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
a.
penghasilan dan
jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
b.
penghargaan sesuai
dengan tugas dan prestasi kerja;
c.
pembinaan karier
sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d.
perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan
e.
kesempatan untuk
menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas.
Pasal 40 ayat (2):
Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:
a.
menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b.
mempunyai komitmen
secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
c.
memberi teladan
dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya.
b. Pasal-Pasal Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
1) Pasal 7 ayat (1):
“Profesi guru dan
profesi dosen merupakan bidang pekerjaan
khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a.
memiliki bakat, minat, panggilan jiwa,
dan idealisme;
b.
memiliki komitmen untuk meningkatkan
mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan,
dan akhlak mulia;
c.
memiliki kualifikasi akademik dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas;
d.
memiliki kompetensi yang diperlukan
sesuai dengan bidang tugas;
e.
memiliki tanggung jawab atas
pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f.
memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan prestasi kerja;
g.
memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i.
memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru”.
2) Pasal 7 ayat (2):
“Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan
profesi dosen diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis,
berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan
kode etik profesi”.
3) Pasal 14 ayat (1):
“Dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi
dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan
memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan
dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau
sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru,
dan peraturan perundangundangan;
g. memperoleh rasa
aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan
untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan
untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh
kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan
kompetensi; dan/atau
k. memperoleh
pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya”.
4) Pasal 18 ayat (2):
“Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara
dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa
kerja, dan kualifikasi yang sama”.
Pasal 18 ayat (3):
“Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah
khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangan”.
5) Pasal 29 ayat (1):
“Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi
kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa
sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam melaksanakan tugas”.
6) Pasal 39 ayat(1):
“Pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan
wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas”.
Pasal 39 ayat(2):
“Perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja”.
Pasal 39 ayat(3):
“Perlindungan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap
tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan
tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi, atau pihak lain”.
Pasal 39 ayat(4):
“Perlindungan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan,
pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat
menghambat guru dalam melaksanakan tugas”.
Pasal 39 ayat (5):
“Perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran
pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko
lain” .
7) Pasal 40 ayat(1):
“Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”
Pasal 40 ayat (2):
“Guru dapat memperoleh cuti untuk studi
dengan tetap memperoleh hak gaji penuh”
c. Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2008 Tentang Guru
1) Pasal 39
ayat (1):
“Guru memiliki kebebasan
memberikan sanksi kepada peserta didiknya
yang melanggar norma agama, norma
kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun
tidak tertulis yang
ditetapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan
dalam proses pembelajaran yang berada
di bawah kewenangannya”.
Pasal 39 ayat (2):
“Sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau
peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman
yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan
perundang-undangan”.
Pasal 39 ayat (3):
“Pelanggaran terhadap peraturan satuan pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik yang pemberian sanksinya berada
di
luar
kewenangan
Guru, dilaporkan Guru kepada
pemimpin satuan pendidikan”.
Pasal 39
ayat (4):
“Pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peserta didik, dilaporkan
Guru kepada pemimpin satuan pendidikan
untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
2)
Pasal 40 ayat
(3):
“Masyarakat,
Organisasi Profesi Guru, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat saling membantu dalam memberikan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.
3)
Pasal 41
ayat (1):
“Guru berhak mendapatkan
perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman,
perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan
tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, Masyarakat,
birokrasi, atau pihak lain”.
Pasal 41 ayat (2) :
“Guru berhak mendapatkan perlindungan profesi terhadap pemutusan hubungan
kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar,
pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap
profesi, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat
Guru dalam melaksanakan tugas”.
Pasal 41 ayat (3):
“Guru berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari satuan pendidikan
dan penyelenggara satuan pendidikan terhadap
resiko gangguan keamanan
kerja, kecelakaan kerja, kebakaran
pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko
lain”.
4)
Pasal 42:
“Guru memperoleh perlindungan dalam melaksanakan hak atas kekayaan intelektual sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”
5)
Pasal 46:
“Guru memiliki
kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan Kualifikasi Akademik dan kompetensinya,
serta untuk memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya”.
6)
Pasal 47 ayat (2):
“Guru yang sudah memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV
dapat melakukan pengembangan dan peningkatan Kualifikasi Akademik
lebih tinggi dari yang ditentukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2)”.
Pasal 47 ayat
(5):
“Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan anggaran untuk pengembangan dan peningkatan Kualifikasi Akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan
ayat (4)”.
7)
Pasal 49:
“Pengembangan dan peningkatan Kualifikasi Akademik, kompetensi, dan keprofesian Guru oleh Guru Dalam Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 48 dilakukan
dengan tetap melaksanakan tugasnya”.
8)
Pasal 50 ayat
(1):
“Guru yang diangkat Pemerintah atau
Pemerintah
Daerah berhak memperoleh cuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
9)
Pasal 50 ayat
(2):
“Guru yang
diangkat satuan pendidikan yang diselenggara kan oleh Masyarakat
berhak memperoleh cuti sesuai dengan Perjanjian Kerja atau Kesepakatan
Kerja Bersama”.
10) Pasal 51 ayat (1):
“Selain cuti sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50, Guru
dapat memperoleh cuti studi yang bertujuan
untuk pengembangan keprofesian, paling lama 6 (enam) bulan dengan tetap memperoleh hak gaji penuh”.
11)
Pasal 51 ayat
(2):
“Cuti studi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan kepada Guru yang telah memenuhi
Kualifikasi Akademik dan
telah memiliki Sertifikat
Pendidik”
d. Pasal-Pasal dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
1) Pasal 4:
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”.
2) Pasal 5:
“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”.
3) Pasal 6:
“Setiap anak
berhak untuk beribadah
menurut
agamanya,
berpikir,
dan berekspresi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua”.
4) Pasal 7 ayat (1):
“Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya
sendiri”.
5) Pasal 8:
“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial”.
6) Pasal 9 ayat (1):
“Setiap anak
berhak memperoleh pendidikan
dan pengajaran
dalam
rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”.
Pasal 9 ayat (2):
“Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat
juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus”.
7) Pasal 10:
“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan”.
8) Pasal 11:
“Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang
sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri”.
9) Pasal 12:
“Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh
rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan
taraf kesejahteraan sosial
“.
10) Pasal 13 ayat (1):
“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung
jawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan
dari perlakuan “:
a.
diskriminasi;
b.
eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d.
kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya”.
Pasal 13 ayat (2):
“Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
11) Pasal 14:
“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan
merupakan pertimbangan terakhir”.
12)
Pasal 15:
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b.
pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d.
pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e.
pelibatan dalam peperangan”.
13) Pasal 16 ayat (1):
“Setiap anak
berhak memperoleh
perlindungan
dari sasaran
penganiayaan, penyiksaan,
atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi”.
Pasal 16 ayat (2):
“Setiap anak
berhak untuk memperoleh
kebebasan sesuai dengan hukum”.
Pasal 16 ayat (3):
“Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir”.
14) Pasal 17 ayat (1):
“Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a.
mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
b.
memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c.
membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam
sidang tertutup untuk umum”.
Pasal 17 ayat (2):
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan
hukum berhak dirahasiakan”.
15) Pasal 18:
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan
bantuan lainnya” .
16) Pasal 19:
“Setiap anak berkewajiban untuk :
a. menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c.
mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e.
melaksanakan etika dan akhlak yang mulia”.
e. Pasal-Pasal dalam
Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
1) Pasal 1 angka 1:
“Hak asasi manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib di
hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Pasal 1 angka 2:
“Kewajiban dasar
manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak
memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia”.
Pasal 1 angka 3:
“Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan,
atau pengecualian yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada
pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan,
status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang
berakibat, pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan
atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kuloktif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial,
budaya, dan aspek kehidupan lainnya”.
Pasal 1 angka 4:
“Penyiksaan adalah
setiap perbuatan yangt dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa
sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang
untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang
ketiga, dengan menghukumnya atas perbuatan yang dilakukan atau diduga telah
dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa
seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada
setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan itu ditimbulkan
oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan
pejabat publik”.
Pasal 1 angka 5:
“Anak adalah
setiap yang berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak
yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”.
Pasal 1 angka 6:
“Pelanggaran hak
asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik sengaja ataupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut hak asasi
manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini dan
tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”.
Pasal 1 angka 7:
“Komisi Hak Asasi
Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga yang mandiri yang
kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi
melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak
asasi manusia”.
2) Pasal 2:
“Negara Republik
Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar
manusia sebagai yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan diri
manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan
martabat kemanusiaan, kesejahteraan, dan kecerdasan serta keadilan”.
3) Pasal 3 ayat (1):
“Setiap orang
dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat
serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dalam semangat persaudaraan”.
Pasal 3 ayat (2):
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan
hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan
hukum”.
Pasal 3 ayat (3):
“Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia, tanpa diskriminasi”.
4) Pasal 4:
“Hak untuk hidup,
hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan
persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun dan oleh siapapun”.
5) Pasal 5 ayat (1):
“Setiap orang
diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan
serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya didepan umum”.
Pasal 5 ayat (2):
“Setiap orang berhak
mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang obyektif dan
tidak berpihak”.
Pasal 5 ayat (3):
“Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat
yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya”.
6) Pasal 6 ayat (1):
“Dalam rangka
penegakkan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum
adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah”.
7) Pasal 7 ayat (1):
“Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya
hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia
yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi
manusia yang telah diterima negara Republik Indonesia”.
8) Pasal 8:
“Perlindungan,
pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung
jawab Pemerintah”.
9) Pasal 9 ayat (1):
“Setiap orang berhak untuk hidup, dan
mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya”.
Pasal 9 ayat (2):
“Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai,
bahagia, sejahtera lahir dan batin”.
Pasal 9 ayat (3):
“Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat”.
10)
Pasal 11:
“Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan
dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak”.
11)
Pasal 12:
“Setiap orang berhak atas perlindungan bagi
pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya dan
meningkatkan kwalitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa,
bertanggungjawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak
asasi manusia”.
12)
Pasal 13:
“Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan
memperoleh mamfaat dari ilmu dan teknologi, seni dan budaya sesuai dengan
martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya, bangsa dan umat manusia”.
13)
Pasal 14 ayat (1):
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya.
Pasal 14 ayat (2):
“Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis sarana yang tersedia”.
14)
Pasal 15:
“Setiap orang berhak untuk memperjuangankan hak
pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya”.
15)
Pasal 16:
“Setiap orang berhak untuk melakukan pekerjaan
sosial dan kebijakan, mendirikan organisasi untuk itu, termasuk
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, serta menghimpun dana untuk maksud
tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
16)
Pasal 17:
“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk
memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengajuan dan gugatan, baik
dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses
peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh
putusan yang adil dan benar”.
17)
Pasal 18 ayat (1):
“Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau
dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak
bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang
pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk
pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Pasal 18 ayat (2):
“Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum
atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan
yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukannya”.
Pasal 18 ayat (3):
“Setiap ada
perubahan peraturan perundang-undangan, maka berlaku ketentuan yang paling
menguntungkan bagi tersangka”.
Pasal 18 ayat (4):
“Setiap orang yang
diperiksa berhak mendapat bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.
Pasal 18 ayat (5):
“Setiap orang
tidak dapt dituntut untuk kedua kalinya untuk perkara yang sama atas suatu
perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap”.
18) Pasal 22:
“Setiap orang
bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannnya itu”.
19) Pasal 23 ayat (1):
“Setiap orang
berhak untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”.
Pasal 23 ayat (2):
“Setiap orang
berhak untuk mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati
nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik
dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan
umum, dan keutuhan bangsa”.
20) Pasal 24 ayat (1):
“Setiap orang
berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat, untuk maksud-maksud damai”.
Pasal 24 ayat (2):
“Setiap warga negara atau kelompok masyarakat
berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi
lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan
negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakkan dan pemajuan hak asasi
manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
21) Pasal 25:
“Setiap orang
berhak untuk menyampaikan pendapat dimuka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
22) Pasal 29 ayat (1):
“Setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak
miliknya.
Pasal 29 ayat (2):
“Setiap orang
berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi dimana saja dia
berada”.
23) Pasal 30:
“Setiap orang
berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”.
24) Pasal 33 ayat (1):
“Setiap orang
berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam,
tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.
Pasal 33 ayat (2):
“Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan
nyawa”
Hasil evaluasi
dari kondisi hukum yang ada dan
terkait perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan dari berbagai peraturan tersebut
di atas dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Hak PTK untuk memperoleh perlindungan dalam melaksanakan
tugas profesinya dalam konsep hukum kewarganegaraan merupakan hak hukum (legal right) yang wajib dipenuhi oleh
negara dan/atau para pihak yang telah ditentukan dalam undang-undang.
2.
Dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban PTK secara
optimal perlu diberi perlindungan kepada PTK.
3.
Dalam rangka pelaksanaan hak anak secara optimal
memerlukan perlindungan kepada anak.
4.
Dalam pelaksanaan hak asasi manusia memerlukan
perlindungan terhadap pemilik hak asasi manusia.
5.
Dalam pelaksanaan hak cipta memerlukan perlindungan
terhadap pemilik hak cipta.
6.
Pelaksanaan hak dan kewajiban PTK dalam implementasinya
seringkali berhadapan dengan pelaksanaan hak anak, hak asasi manusia, dan hak
cipta. Dengan demikian pemberian perlindungan terhadap PTK dalam melaksanakan
tugas profesinya seringkali pula berhadapan dengan perlindungan anak, hak asasi
manusia, dan hak cipta.
Sehubungan dengan uraian nomor 1 sampai dengan 6, perlu dibentuk peraturan perlindungan PTK yang
sinkron dan harmonis dengan perlindungan lainnya sehingga antara perlindungan
PTK dan perlidungan lainnya berjalan seiring sehingga terwujud warga negara
yang aman, nyaman, dan sejahtera.
C. Permasalahan
Kode Etik dan Perlindungan Hukum
Amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 bahwa, Kode Etik
Guru dan Tenaga Kependidikan Berbasis Guru (Kepala Sekolah dan Pengawas
Sekolah) antara lain: a. Organisasi profesi guru mempuntai kewenangan
menetapkan dan menegakkan kode etik guru; b. kode etik berfungsi menjaga dan
meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam melaksanakan tugas sebagai
tenaga professional; c. kode etik berisi normab dan etika yang mengikat
perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan; d. organisasi profesi
guru membentuk dewan kehormatan guru (DKG); e. keanggotaan serta mekanisne
kerja DKG diatur dalam organisasi profesi guru; f. DKG dibentuk untuk mengawasi
pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas
pelanggaran kode etik oleh guru; g. rekomendasi DKG harus objektif tidak
diskriminatif dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi
serta peraturan perundang-undangan; h. organisasi profesi guru wajib
melaksanakan rekomendasi DKG.
Etika profesi tenaga kependidikan yang berbasis guru berdasarkan
etika yang dikembangkan oleh organisasi profesi yang meliputi, pertama profesi yang mulia yang meliputi
moralitas guru harus terjaga; keunggulan perilaku, akal budi, dan pengabdian. Kedua, pengembangan tugas kemanusiaan,
harus mengutamakan kebajikan dan mencegah kehinaan; mencerdaskan kehidupan
bangsa dan membangun watak serta budaya. Ketiga,
profesi dengan ketulusan hati, dengan mengedepankan aspek keandalan kompetensi
sebagai sumber daya; mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang
utuh.
Etika profesi pengawas sekolah yang meliputi: Pertama, dalam melaksanakan tugas
senantiasa berlandaskan iman dan taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kedua,
merasa bangsa mengemban tugas sebagai pengawas sekolah. Ketiga, memiliki pengabdian yang tinggi dalam melaksanakan tugas
sebagai pengawas sekolah. Keempat,
bekerja dengan penuh tanggung jawqab dalam tugasnya sebagai pengawas sekolah. Kelima, menjaga citra dan nama baik
selaku Pembina dalamn melaksanakan tugas sebagai pengawas sekolah. Keenam, memiliki disiplin yang tinggi
dalam melaksanakan tugas sebagai pengawas sekolah. Ketujuh, mampu menampilkan keberadaannya sebagai aparat dan tokoh
yang diteladani. Kedelapan, sigap dan
terampil untuk menanggapi dan membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
aparat binaannya. Kesembilan,
memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, baik terhadap aparat binaan
maupun terhadap sesama pengawas sekolah.
Adapun kode etik PNS meliputi: etika PNS dalam bernegara,
etika PNS dalam berorganisasi, etika PNS dalam bermasysrakat, etika PNS
terhadap diri sendiri, etika PNS terhadap sesama PNS. Etika PNS dalam bernegara
meliputi: melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
mengangkat harkat dan martabat bangsa dan Negara; menjadi perekat dan pemersatu
bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; mentaati semua peraturan
prundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan tugas; akuntabel dalam
melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa;
melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku; menjaga
informasi yang bersifat rahasia; melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang; membangun
etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi; menjalin kerjasama
secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian
tujuan.
Etika PNS dalam berorganisasi meliputi: memiliki
kompetensi dalam melaksanakan tugas; patuh dan taat terhadap standar
operasional dan tata kerja; mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif
dalam rangka peningkatan kinerja organisasi; berorientasi pada upaya
peningkatan kualitas kerja.
Etika PNS dalam bermasyarakat yang meliputi: mewujudkan
pola hidup sederhana; memberikan pelayanan dengan empati hormat dan santun
tanpa pamrih dan tanpa unsur paksaan; memberikan pelayanan secara cepat, tepat,
terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif; tanggap terhadap keadaan
lingkungan masyarakat; berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dalam melaksanakan tugas.
Etika PNS terhadap diri sendiri yang meliputi: jujur dan
terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar; bertuindak dengan
penuh kesungguhan dan ketulusan; menghindari konflik kepentingan pribadi,
kelompok, maupun perorangan; berinisiatif untuk meningkatkan kualitas
pengetahuan, kemampuan, keterampilanb dan sikap; memiliki daya juang yang
tinggi; memelihara kesehatan jasmani dan rohani; menjaga keutuhan dan
keharmonisan keluarga; berpenampilan sederhana, rapih dan sopan.
Etika PNS terhadap sesame PNS meliputi: saling
menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan yabg berlainan;
memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama PNS; saling menghormati antara
teman sejawat, baik secara vertikal maupun horizontal dalam suatu unit kerja,
instansi, maupun antar instansi; menghargai perbedaan pendapat; menjunjung
tinggi harkat dan martabat PNS; menjaga dan menjalin kerjasama yang kooperatif
sesama PNS; berhimpun dalam satu wadah KORPRI yang menjamin terwujudnya
solidaritas dan soliditas semua PNS dalam memperjuangkan hak-haknya.
Penegakan kode etik PNS meliputi: PNS yang melakukan
pelanggaran kode etik dikenakan sanksi; moral; sanksi moral dibuat secara
tertulis dan dinyatakan oleh pejabat Pembina Kepegawaian; sanksi moral berupa
pernyataan secara tertutup atau pernyataan secara terbuka.; dalam pemberian
sanksi moral harus disebujtkan jenis pelanggaran kode etik yabg dilakukan oleh
PNS; pejabat pemberi saknsi dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat di
lingkungannya Pejabat Struktural Eselon IV; PNS yang melakukan pelanggaran ko
de etik selain dikenakan sanksi; moral dapat dikenakan tindakan administrative
sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas rekomendasi Majelis Kode Etik.
III. Kesimpulan
A. Kode etik profesi guru di Indonesia disebut
dengan istilah Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) adalah norma dan asas yang
disepakati serta diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan
perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat,
serta warga negara Republik Indonesia. Kewajibanguru secara umum: menjunjung
tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah atau janji guru; melaksanakan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sedangkan kewajiban guru secara khusus: kewajibannya kepada peserta didik;
kewajiban guru kepada orang tua atau wali peserta didik; kewajiban guru
terhadap masyarakat; kewajiban guru terhadap teman sejawat; kewajiban guru
terhadap profesi; kewajiban guru terhadap organisasi profesi; dan kewajiban
guru terhadap pemerintah.
B. Perlindungan
pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di Indonesia, sudah terdapat sejumlah
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur dan terkait dengan
perlindungan PTK, antara lain: Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional; Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Undang-Undang tentag Hak
Kekayaan Intelektual, yang meliputi: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten; Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merk. Serta Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit.
C. Permasalahan kode etik profesi guru terdapat
dua unsur pokok. Pertama, kode etik
profesi guru merupakan landasan moral bagi guru. Kedua, kode etik profesi guru merupakan pedoman bagi guru dalam
berperilaku. Sebagai landasan dalam berperilaku bagi kelompok guru, norma pada
kode etik profesi guru berisi berbagai petunjuk mengenai bagaimana seharusnya
guru bekerja serta berbagai larangan yang harus tidak boleh dilakukan oleh guru
ketika bekerja. Perlindungan guru dalam profesinya secara yuridis meliputi:
Perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja, dan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Ahmad. 1998. 1998. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta:
Yarsif Watam;pone.
Rochman, Chaerul dan Heri Gunawan.
2012. Pengembangan Kompetensi Kepribadian
Guru: Menjadi Guru yang Dicintai dan Diteladani oleh Siswa. Bandung: Nuansa
Cendekia.
Permendiknas Nomor 20 Tahun 2010
tentang Norma, Standar, prosedur dan
Kriteria Bidang Pendidikan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen.
Wiyani, Novan Ardy. 2015. Etika Profesi Keguruan. Yogyakarta: Gava Media.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar