Panduan Pembelajaran dan Asesmen (PPA) merupakan dokumen yang berisi prinsip, strategi, dan
contoh-contoh yang dapat memandu guru dan satuan pendidikan dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran dan asesmen.
Pembelajaran yang dimaksud meliputi aktivitas merumuskan capaian pembelajaran
menjadi tujuan pembelajaran dan cara mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Sementara asesmen adalah aktivitas selama proses pembelajaran untuk mencari
bukti ketercapaian tujuan pembelajaran. Dalam panduan ini, pembelajaran dan
asesmen merupakan satu siklus; di mana asesmen memberikan informasi tentang
pembelajaran yang perlu dirancang, kemudian asesmen digunakan untuk mengecek
efektivitas pembelajaran yang berlangsung.
Oleh karena itu, asesmen yang diutamakan
adalah asesmen formatif yang berorientasi pada perkembangan kompetensi peserta
didik. Pemerintah telah menetapkan Capaian Pembelajaran yang menjadi rujukan
utama dalam pengembangan rancangan pembelajaran, khususnya untuk kegiatan
intrakurikuler1. Panduan ini memfasilitasi proses berpikir dalam perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran yang dimulai dari menganalisis capaian
pembelajaran , tujuan pembelajaran mengembangkan alur tujuan pembelajaran,
modul ajar, serta asesmen pada awal pembelajaran dan pembelajaran
terdiferensiasi.
Dokumen ini juga memuat perencanaan serta
pelaksanaan asesmen yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengolahan, dan
pelaporan hasil penilaian atau asesmen. PPA difokuskan untuk pembelajaran dan
asesmen intrakurikuler, sedangkan panduan untuk projek penguatan profil pelajar
Pancasila disampaikan dalam dokumen terpisah.
Sebagaimana dinyatakan dalam Prinsip
Pembelajaran dan Asesmen, asesmen adalah aktivitas yang menjadi kesatuan dalam
proses pembelajaran. Asesmen dilakukan untuk mencari bukti ataupun dasar
pertimbangan tentang ketercapaian tujuan pembelajaran. Maka dari itu, pendidik
dianjurkan untuk melakukan asesmen-asesmen berikut ini:
1.Asesmen formatif,
yaitu asesmen yang bertujuan untuk memberikan
informasi atau umpan balik bagi pendidik
dan peserta didik untuk memperbaiki
proses belajar.
a.Asesmen di awal pembelajaran
yang dilakukan untuk mengetahui kesiapan peserta didik untuk mempelajari materi ajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan. Asesmen ini termasuk dalam kategori asesmen formatif karena ditujukan untuk kebutuhan guru dalam merancang pembelajaran, tidak untuk keperluan penilaian hasil belajar peserta didik yang dilaporkan dalam rapor.
b.Asesmen di dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama proses pembelajaran untuk mengetahui perkembangan peserta didik dan sekaligus pemberian umpan balik yang cepat.
Biasanya asesmen ini dilakukan sepanjang atau di tengah kegiatan/langkah
pembelajaran, dan dapat juga dilakukan di akhir langkah pembelajaran. Asesmen
ini juga termasuk dalam kategori asesmen formatif.
2.Asesmen sumatif,
yaitu asesmen yang dilakukan untuk
memastikan ketercapaian keseluruhan
tujuan pembelajaran. Asesmen ini
dilakukan pada akhir proses pembelajaran
atau dapat juga dilakukan sekaligus untuk dua atau lebih tujuan pembelajaran,
sesuai dengan pertimbangan pendidik dan kebijakan satuan pendidikan. Berbeda
dengan asesmen formatif, asesmen sumatif menjadi bagian dari perhitungan
penilaian di akhir semester, akhir tahun ajaran, dan/atau akhir jenjang.
Kedua jenis asesmen ini tidak harus digunakan
dalam suatu rencana pelaksanaan pembelajaran atau modul ajar, tergantung pada
cakupan tujuan pembelajaran.
Di bawah ini panduan lengkap tentang Panduan Pembelajaran Dan Asesmen Kumer Revisi 2022 yang
sudah dipilah – pilah perbab
berdasarkan topic bahasan masing-masing untuk mempermudah membacanya. Silakan anda
klik perbab.
DAFTAR ISI
BUKU PANDUAN PEMBELAJARAN DAN ASESMEN KUMER REVISI 2022
Disadari
ataupun tidak, pada saat ini ada banyak sekali orang tua ataupun guru yang
merasa tergoda untuk membanding-bandingkan prestasi belajar anaknya dengan anak
yang lain tanpa pernah memahami bagaimana sesungguhnya prestasi belajar anak
itu mesti dilihat secara utuh dalam konteks perkembangan sosial, emosional,
fisik, psikologis, dan lain-lain.
Sebagai orang
tua dan guru, kita pasti pernah mengalami suatu kondisi dimana suasana atau
kondisi belajar kita berbeda dengan siswa lain, baik dari cara belajarnya,
kemampuan belajarnya, maupun minat belajar kita. Oleh karena itu, sebagai orang
tua dan guru kita sudah seharusnya menyadari bahwa setiap anak itu memiliki
gaya belajarnya masing-masing. Dengan kesadaran itu, tentu kita sebagai orang
tua dan guru, akan jauh lebih mudah untuk mendorong pencapaian prestasi belajar
anak secara lebih maksimal.
Untuk itu,
sudah seyogianya jika setiap guru mesti mengenal siswanya secara lebih
individual untuk dapat menerapkan strategi belajar yang cocok bagi proses
perkembangan belajar mereka. Dengan demikian, maka diperlukan pemahaman secara
menyeluruh mengenai pembelajaran berdiferensiasi guna memaksimalkan potensi belajar
siswa.
Apa itu
Pembelajaran Berdiferensiasi?
Pembelajaran
berdiferensiasi adalah teknik instruksional atau pembelajaran di mana guru
menggunakan berbagai metode pengajaran untuk memenuhi kebutuhan individual
setiap siswa sesuai dengan kebutuhan mereka[1]. Kebutuhan tersebut dapat
berupa pengetahuan yang ada, gaya belajar, minat, dan pemahaman terhadap mata
pelajaran.
Pada dasarnya, pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan setiap guru
untuk bertemu dan berinteraksi dengan siswa pada tingkat yang sebanding dengan
tingkat pengetahuan mereka untuk kemudian menyiapkan preferensi belajar mereka.
Untuk itulah
maka pembelajaran berdiferensiasi ini memiliki tujuan untuk
menciptakan kesetaraan belajar bagi semua siswa dan menjembatani kesenjangan
belajar antara yang berprestasi dengan yang tidak berprestasi. Singkatnya,
pembelajaran berdiferensiasi adalah proses pembelajaran yang dibuat sedemikian
rupa sehingga siswa merasa tertantang untuk belajar.
Penting untuk
dicatat, bahwa beberapa siswa pasti memiliki tingkat pengetahuan yang baik
tentang suatu topik belajar tertentu, sedangkan siswa yang lain tidak karena
siswa tersebut memiliki pengetahuan yang sama sekali baru dengan topik
tersebut. Selain itu, beberapa orang siswa juga memiliki kemampuan pemahaman
yang lebih baik dan lebih cepat jika ia mendengarkan penjelasan gurunya secara
langsung atau melalui audio, sedangkan beberapa orang siswa lagi dapat belajar
secara efektif apabila ia berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, dan
beberapa orang siswa lainnya harus menghabiskan waktunya untuk membaca sendiri
guna mendapatkan pengetahuan secara utuh dan lebih lengkap. Selain itu, kita
juga mungkin memiliki anak-anak yang senang belajar dan berkolaborasi dalam
sebuah kelompok kecil, sementara beberapa anak lainnya lebih suka belajar
secara mandiri.
Adanya
perbedaan-perbedaan ini mesti disikapi oleh setiap guru dengan cara menampilkan
diferensiasi konten dan berbagai pendekatan yang dapat memastikan bahwa semua
materi belajar telah disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki
kemampuan berbeda.
Ada empat
faktor yang ikut berperan dalam meningkatkan pembelajaran yang berbeda ini,
yakni: konten, proses, produk, dan lingkungan belajar[2]. Pada prinsipnya, dalam pembelajaran berdiferensiasi ini, tujuan
pembelajaran di kelas mesti sama meskipun bahan ajar, penilaian, dan metode
penyampaiannya bisa berbeda berdasarkan kebutuhan masing-masing siswa.
Metode
Pembelajaran Berdiferensiasi
Seperti telah
disebutkan di depan, guru dapat membedakan pembelajaran itu dalam empat cara,
yaitu:
1.Konten
Isinya adalah
materi pembelajaran itu sendiri. Hal ini dapat dibedakan dalam beberapa cara.
Pertama, siswa memiliki tingkat penguasaan atau pengetahuan yang berbeda
terhadap suatu mata pelajaran. Beberapa orang siswa mungkin tidak memiliki
pengetahuan sebelumnya tentang materi pelajaran itu, beberapa orang siswa
mungkin memiliki pengetahuan secara parsial, dan beberapa orang siswa lainnya
mungkin telah menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran itu.
Kedua, gaya
belajar peserta didik juga berbeda-beda. Ada pembelajar visual, auditori, dan
kinestetik. Seorang pembelajar visual tentu dapat dengan mudah memperoleh
pengetahuan baru melalui representasi visual dari topik pelajaran tertentu. Di
sisi lain, pembelajar auditori akan lebih mampu memahami topik secara lebih baik,
ketika ia mendengarkan melalui audio atau penjelasan lisan dari guru. Sedangkan
pembelajar kinestetik, seorang siswa akan lebih cepat memahami ketika ia dapat
berpartisipasi secara fisik dalam proses pembelajaran.
Nah, memasukkan
pengetahuan dan pemahaman tentang hal ini ke dalam pengajaran, tentu akan
sangat membantu seorang guru dalam mengembangkan berbagai konten dan bahan ajar
yang dapat menjangkau setiap siswa.
2.Proses
Proses ini
berbicara tentang bagaimana seorang guru dapat memberikan instruksi yang tepat
kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, penilaian
berkelanjutan selama pembelajaran juga akan membantu guru dalam memahami apakah
setiap siswa telah belajar dengan kemampuan terbaik mereka atau tidak.
Guna menentukan
proses dan model pembelajaran yang sesuai bagi siswa tersebut, maka guru harus
memahami minat, kemampuan, dan tingkat pengetahuan setiap siswa. Mengapa
demikian? Karena setiap siswa itu sesungguhnya memiliki cara belajar
masing-masing yang bersifat khas dan unik[3].
Ada banyak
contoh untuk membuktikan hal itu. Dalam satu kelas saja, kita pasti akan
menemui beberapa siswa yang dapat belajar dengan baik apabila ia mendengarkan
instruksi berbasis audio atau mendengarkan suara gurunya secara langsung.
Sebaliknya bagi siswa yang lain, mendengarkan penjelasan guru saja tidak cukup,
mereka juga harus membaca penjelasan tersebut secara berulang-ulang. Sedangkan
beberapa orang siswa lainnya, akan dapat belajar dengan baik melalui manipulasi
objek terkait dengan konten tersebut. Selain itu, ada juga beberapa orang siswa
yang lebih suka bekerja sendiri, sementara yang lainnya lebih suka belajar
secara kolaboratif dan berbasis kelompok.
Dengan
demikian, memahami kebutuhan setiap siswa di awal pembelajaran, tentu akan
sangat membantu seorang guru dalam menciptakan proses pembelajaran yang berbeda
dan membantu para siswa untuk dapat belajar secara efektif dan menyenangkan.
Terakhir,
proses pembelajaran yang layak diterapkan oleh seorang guru adalah kemampuan
dalam mendemonstrasikan cara pemecahan masalah, lalu melangkah mundur agar
siswa mampu mereplikasi proses tersebut sambil terus menawarkan dukungan
seiring dengan kemajuan belajar para siswa.
3.Produk
Aspek ini
melibatkan metode yang digunakan oleh guru dalam mengetahui tingkat penguasaan
materi atau bahan ajar dari setiap siswa. Untuk mengetahui penguasaan materi
itu, seorang guru dapat melakukannya dengan cara melakukan tes, meminta siswa
untuk menuliskan laporan tentang topik-topik berdasarkan materi pelajaran, dan
lain-lain.
Namun apapun
cara itu, metode penilaian terbaik adalah metode yang cocok dengan tingkat
minat intelektual masing-masing siswa dan cara belajar yang mereka sukai.
Misalnya, cara yang baik untuk menguji pembelajar kinestetik adalah melalui
penilaian praktis, sedangkan pembelajar auditori adalah dengan melakukan
penilaian verbal atau lisan.
Selain itu,
siswa yang baru mengenal suatu topik mungkin tidak dapat menjawab pertanyaan
sebaik mereka yang memiliki pemahaman topik yang lebih baik. Oleh karena itu,
pendekatan diferensiasi produk ini akan memberikan kepada siswa berbagai
pilihan untuk menunjukkan tingkat pemahaman mereka terhadap pelajaran secara
individual.
4.Lingkungan belajar
Secara umum ada
dua lingkungan belajar bagi seorang siswa, yaitu lingkungan belajar yang dapat
meningkatkan pembelajaran mereka dan lingkungan belajar yang dapat merusak
pembelajaran mereka. Lingkungan belajar yang tenang dan kondusif akan mampu
meningkatkan hasil belajar, sedangkan lingkungan belajar yang bising akan dapat
mengurangi konsentrasi dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
Selain itu
penting juga untuk dipahami, pada saat mempertimbangkan faktor kontekstual
untuk meningkatkan pembelajaran berdiferensiasi ini, maka desain ruang kelas
harus diatur sedemikian rupa dan fleksibel untuk mendukung kerja kelompok dan
kolaborasi, serta untuk mendorong dan memfasilitasi para siswa yang lebih suka
bekerja secara individual dan sendiri-sendiri. Terakhir, faktor lingkungan
seperti pencahayaan, suasana kelas, ukuran kelas, pengaturan papan,
dan.lain-lain, semuanya harus berkontribusi pada pencapaian prestasi belajar
siswa.
Manfaat
Pembelajaran Berdiferensiasi
Di bawah ini adalah beberapa manfaat dari implementasi pembelajaran
berdiferensiasi bagi siswa[4],
yaitu:
1.Pertumbuhan yang sama bagi semua siswa. Pada prinsipnya,
pembelajaran berdiferensiasi diadopsi untuk mendukung setiap siswa dalam
perjalanan belajar mereka. Metode ini adalah cara untuk menjangkau dan
mempengaruhi setiap siswa di semua tingkatan. Oleh karena itu, secara individu,
seorang guru harus dapat meningkatkan minat siswa dalam proses belajar dan
mengarahkan mereka untuk mewujudkan potensi belajar mereka secara optimal.
2.Pembelajaran yang menyenangkan. Ketika guru mengadopsi
serangkaian strategi pembelajaran yang selaras dengan tipe belajar siswa, maka
siswa akan merasakan betapa belajar itu terasa mudah dan menyenangkan.
3.Pembelajaran yang dipersonalisasi. Pembelajaran
berdiferensiasi ini adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya
mengembangkan pelajaran mereka berdasarkan tingkat pengetahuan, preferensi
belajar, dan minat siswa.
Oleh karena
itu, lingkungan belajar di sekolah harus bisa mendukung para siswa untuk
belajar secara kelompok maupun sendiri-sendiri. Selain itu, konten atau materi
pengajaran yang disiapkan oleh guru dapat mencakup format-format seperti:
audio, video, dan praktik, dalam upaya memastikan pembelajaran yang
dipersonalisasi itu tepat untuk setiap siswa.
Tantangan
Pembelajaran Berdiferensiasi
Manfaat
pembelajaran berdiferensiasi sudah sangat jelas, tetapi ada beberapa tantangan
yang terkait dengan pembelajaran ini, yaitu:
1.Faktor waktu. Meskipun pembelajaran berdiferensiasi adalah
cara yang menyenangkan untuk mengajar, namun hampir dipastikan para guru tidak
memiliki waktu yang cukup untuk fokus pada setiap siswa secara individual.
Hal ini dikarenakan setiap sekolah sudah mengalokasikan waktu
untuk setiap guru dan mata pelajarannya masing-masing. Dan untuk itu, sangat
mungkin bagi guru untuk tidak memiliki waktu yang cukup guna menilai tingkat
pengetahuan siswa atau mengelompokkannya sesuai dengan pengetahuan dan
preferensi belajar masing-masing siswa.
2.Tekanan tinggi. Implementasi pembelajaran
berdiferensiasi ini melibatkan banyak proses, mulai dari pra-penilaian hingga
penilaian berkelanjutan, mulai dari perencanaan konten hingga proses
pengajaran, dan lain-lain. Hal ini tentu saja dapat membuat guru merasa
kewalahan. Selain itu, guru juga harus melayani para siswa baik secara
individual maupun kelompok. Kondisi seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh
guru dengan jumlah siswa yang begitu banyak di kelasnya.
3.Biaya tinggi. Untuk memfasilitasi pembelajaran
berdiferensiasi, sekolah harus memiliki akses ke berbagai sumber daya dan bahan
ajar untuk mendukung pembelajaran setiap siswanya. Selain itu, sekolah juga
harus menyediakan materi pelajaran untuk setiap topik. Jelas hal ini tentu akan
membutuhkan dukungan keuangan secara berkelanjutan yang mungkin tidak dapat
dipenuhi semua oleh banyak sekolah.
Kesimpulan Karena setiap anak itu istimewa dan unik, maka
pembelajaran berdiferensiasi merupakan persyaratan bagi terlaksananya
pembelajaran untuk semua. Inilah urgensinya mengapa setiap guru sudah harus
menjadikan pembelajaran berdiferensiasi ini sebagai salah satu strategi untuk
memenuhi kebutuhan belajar setiap siswa di kelasnya. Wallahu’alam Bissowwab